Parit Tiga, Bangka Barat – Aktivitas pembelian dan penampungan pasir timah secara ilegal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilaporkan semakin meluas, memicu kekhawatiran serius di kalangan masyarakat dan Aparat Penegak Hukum (APH). Praktik yang disebut sebagai 'tradisi' dan telah mengakar di komunitas lokal ini menimbulkan dilema penegakan hukum yang mendalam, khususnya di tengah dugaan adanya koordinasi tersembunyi yang membuat para pelaku kebal dari jeratan hukum.
Sorotan Investigasi: Gudang Ilegal di Pinggir Jalan Raya
Tim awak media berhasil mengidentifikasi dan menyorot aktivitas ilegal di sebuah gudang milik Niko yang terletak di pinggir jalan raya Parit Tiga. Temuan di lokasi menunjukkan adanya bukti mencolok berupa pekerja yang sedang memproses pemisahan biji timah menggunakan mesin lobi. Keberadaan alat berat dan pasir timah yang siap diolah ini menjadi indikasi kuat bahwa gudang tersebut berfungsi sebagai lokasi jual beli dan pengolahan pasir timah ilegal.
Seorang penambang berinisial Rz, yang mengaku sudah lama menjual pasir timah ke Niko, mengungkapkan fakta mengejutkan:
> “Beliau sudah lama beli pasir timah di sini Pak dan beliau selalu aman-aman saja tanpa tersentuh oleh Pihak Aparat Penegak Hukum (APH). Beliau ini memiliki banyak cabang untuk membeli pasir timah tidak hanya daerah sini."
Pengakuan Rz ini memperkuat dugaan bahwa Niko beroperasi dengan sistematis dan terorganisir, dan mengindikasikan adanya dugaan koordinasi yang membuat praktik ilegalnya berjalan mulus dan luput dari penindakan APH. Gudang tersebut sendiri dilaporkan sangat tertutup rapat saat proses pengolahan (penggorengan) biji timah dilakukan, mengesankan upaya untuk menyembunyikan aktivitas dari pengawasan publik dan aparat.
Dampak Kerugian Negara dan Ancaman Hukum Pidana
Maraknya praktik ilegal ini menimbulkan kerugian besar bagi negara. Tidak adanya pajak yang disetorkan ke kas negara dari kegiatan jual beli timah ini secara langsung merugikan pendapatan negara dan daerah.
Terkait perbuatannya, Niko berpotensi dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal ini secara tegas mengatur sanksi bagi setiap orang yang menampung, mengolah, mengangkut, atau menjual mineral (dalam hal ini timah) yang tidak berasal dari pemegang izin yang sah.
Ancaman hukuman yang menanti para pelaku, termasuk Niko, adalah pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimum Rp. 100 Miliar Rupiah.
Langkah Tindak Lanjut Media
Tim awak media menegaskan komitmennya untuk segera mengkonfirmasikan temuan ini kepada pihak berwenang. Upaya konfirmasi akan difokuskan kepada Polda Babel dan Mabes Polri untuk mendesak tindakan tegas dan pengusutan tuntas atas dugaan praktik jual beli pasir timah ilegal di gudang milik Niko.
Pertanyaan untuk diperdalam: Investigasi lebih lanjut perlu memastikan seberapa luas jaringan cabang pembelian pasir timah ilegal milik Niko dan sejauh mana dugaan koordinasi yang membuatnya 'aman-aman saja' melibatkan oknum dari institusi mana?