MALANG, Cyber Crime- Iswantini (54) salah seorang pemilik warung Kopi Cetol yang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana eksploitasi anak dan perdagangan orang mengaku bahwa ia tidak memaksa anak di bawah umur untuk bekerja sebagai pramusaji kopi.
"Saya hanya ambil pegawai di atas 20 tahun. Tapi adek-adek (korban) memaksa," kata Iswantini dalam press release Polres Malang ungkap kasus Kopi Cetol di Pasar Gondanglegi, Senin (20/1/2024).
Tersangka menyampaikan korban yang direkrut ini bekerja di dua shift. Pertam pulul 09.00 WIB hingga pukup 15.00 WIB di Pasar Gondanglegi. Kemudian pukul 18.30 WIB hingga pukul 01.00 WIB di warung kopi yang buka di rumah pelaku.
Sehari-hari, korban tinggal di rumah pelaku. Termasuk makan dan tempat tidur sudah ditanggung oleh pelaku.
Secara terpisah, Kasatreskrim Polres Malang, AKP Mochamad Nur menambahkan bahwa para tersangka sebenarnya sudah mengetahui korban masih berusia di bawah umur. Namun mereka tetap melakukan perbuatannya untuk mendapatkan keuntungan.
"Korban direkrut oleh masing-masing tersangka dan mereka mau dengan iming-iking uang. Ketika bekerja korban juga tidak memberitahu orang tuanya," imbuh Nur.
Sementara itu, Faroha, pekerja sosial (Peksos) ari Kementerian Sosial menerangkan pada proses assessment ke korban, seluruhnya tidak ada yang mengaku ke orang tua bekerja sebagi pramusaji kopi Kopi Cetol.
Baca juga: Tim Evakuasi Gabungan Berhasil Temukan Tubuh Korban Diterkam Buaya di Sungai Cerucuk Belitung
"Dari keterangan salah satu anak, ia tidak mengatakan secara langsung ke orang tuanya," ujarnya.
Rata-rata korban mengambil pekerjaan tersebut karena terhimpit ekonomi. Faroha menyebutkan satu di antaranya untuk membantu ayahnya yang bekerja serabutan.
"Mereka dari kalangan orang tidak mampu. Kemudian putus sekolah dan ikut bekerja di Kopi Cetol," terangnya.
Saat ini, kondisi korban masih trauma. Karena beberapa waktu lalu saat dilakukan penggerebekan oleh petugas gabungan sempat viral.
"Ada yang trauma (korban) tapi kami belum ketemu semua. Kondisinya memang takut dan masih trauma soalnya beritanya viral. Jadi mentalnya kena," urainya.
Untuk memulihkan trauma, kini dilakukan pendampingan psikologi dari Polres Malang bersama Dinas Sosial, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. ( Tribun)